Ini kejadian yang terjadi hampir 15 tahun sebelum tulisan ini ditulis ulang. Sebuah malam di pertengahan tahun 2002.
Delapan Juni Dua Ribu Dua.
Waktu itu lagi Piala Dunia. Mungkin satu-satunya Piala Dunia yang gak bikin orang Indonesia begadang karena disiarkan siang hari secara lokasi tuan rumah ada di Jepang dan Korea Selatan.
Hari Sabtu, gue berencana menghabiskan malam minggu bersama beberapa teman di Hard Rock Café yang saat itu masih berlokasi di Sarinah, Jakarta Pusat. Baru habis 1 porsi minuman, perasaan gue udah gak enaaaaak banget. Gue akhirnya memutuskan untuk berbohong pada teman-teman gue, pura-pura menerima panggilan di ponsel untuk sebuah alasan bahwa gue ditelpon orang rumah disuruh pulang. Di tempat parkir Sarinah, saat sedang antre membayar tiket keluar, seorang petugas parkir menghampiri mobil gue dan bilang kalau ada sampah tersangkut di roda kanan belakang. Gue turun, dan bersama petugas parkir berusaha melepaskan kantong plastik yang tersangkut itu. Ternyata ketika plastik robek, yang tersangkut di antara bemper mobil dan ban adalah sebuah jerigen kecil, yang disambungkan dengan kabel ke jam weker dan aki kecil. Orang2 yang melihat langsung berkesimpulan itu bom. Kami kemudian menjauh, beberapa petugas keamanan berusaha menghubungi polisi, beberapa menit kemudian datanglah polisi2 berpakaian preman yang kalau mereka gak nunjukin badge, pasti gue gak tau kalau mereka adalah polisi yang bertugas di sekitar Sarinah dan Jalan Sabang.
Salah seorang petugas kemudian menggunting kabel yang tersambung itu, jangan bayangkan adegan menegangkan ala film Hollywood saat petugas menonaktifkan bom dengan memilih kabel merah dan kabel biru ya. Semua kabel yang dipakai berwarna kuning 😀
Dari jam weker diketahui bahwa bom diset untuk meledak 20 menit kemudian. Saat itu jam 00:40, Jadi bom diatur untuk meledak jam 01:00. Kalau saja gue pesan 1 gelas minuman lagi tadi baru pulang, bom pasti meledak dan mungkin gue jadi korban. Jerigen yang menyangkut di mobil pun dilepas, dipotong dan diliat isinya. Ternyata jerigen itu berisi mesiu dan pecahan beling dan paku untuk menambah efek rusak dari ledakan.
Jadilah sisa pagi itu gue habiskan di Kantor Polisi Cikini untuk bikin berita acara. Proses yang sangaaaaaaaaaaaat lamban karena berita acara itu baru selesai sekitar jam 6 pagi, diketik oleh seorang petugas polisi yang masih menggunakan Wordstar (BAYANGKAN, WORD STAR!! ITU TAHUN 2002 DAN SUDAH ADA MICROSOFT WORD) dengan teknik mengetik 11 jari.
Selama proses pembuatan laporan itu, beberapa orang (yang kayaknya wartawan) datang untuk ikut nanya-nanya dan foto2 barang bukti. Sekitar jam 4 pagi, petugas Gegana datang. Ternyata pagi itu ada 4 bom di Jakarta. 2 meledak dan 2 gak meledak karena keburu ditemukan. Salah satunya ya di mobil gue itu. Petugas Gegana kemudian berusaha mengolah barang bukti sisa bom tadi. Dia nanya siapa aja yang udah megang bom itu? (untuk diperiksa sidik jarinya). Tanpa perasaan berdosa, hampir semua orang di sana angkat tangan karena emang udah sotoy pegang-pegang dan foto-foto bom tersebut. Petugas Gegana itu sampe emosi karena berarti udah susah buat tau sidik jari pelaku. (Moral: GAK USAH KEPO KALO ADA KEJADIAN KRIMINAL… MENJAUH AJA DAN BIARKAN POLISI BEKERJA, APALAGI SAMPE PEGANG-PEGANG.. Indonesia Banget).
————————————————————————
Judul di atas diadaptasi dari cara hidup bangsa Klingon, sebuah ras alien di film fiksi ilmiah Star Trek. Bangsa Klingon begitu memuja kematian terhormat di medan perang sebagai jalan masuk menuju surga versi mereka. Surga di mana mereka berkumpul dengan para pejuang sebelumnya untuk berperang dalam keabadian melawan musuh abadi. Kalimat yang aslinya berbunyi “It Is a Good Way To Die” biasanya diucapkan oleh seorang pejuang Klingon saat dirasa ajal sudah dekat dalam peperangan.
Kenapa gue memilih judul ini? Karena mungkin ini adalah salah satu near death experience dalam hidup gue yang ketakutannya masih terasa sampai sekarang. ? Bom kampung melayu beberapa waktu lalu masih bikin gue takut. Masih bikin gue trauma denger berita bom. Sementara ada orang2 yang dengan entengnya menertawakan korban yang meninggal sampai bilang itu cuma settingan. Mungkin kalau itu terjadi pada lo atau keluarga lo langsung, takutnya dan sedihnya baru terasa langsung. Jangan sampe ya. Berdoa minta perlindungan padaNya.
/Mario Out